“Tuhan mengambil mata saya agar saya tidak banyak melakukan dosa dengan mata saya. Jadikan keterbatasan dan kelemahan diri sebagai pemicu untuk meraih mimpi, bukan justru menjadi kita tidak percaya diri. Cobalah tantang diri untuk melakukan hal-hal yang dianggap tidak mungkin. Karena segala hal dapat dipelajari, dan ingatlah Tuhan sudah sangat adil.” (28 Januari 2015, Seminar Inspiratif bersama Bapak Agus Putranto)
Kemelut politik para elitis, sejenak membuat kita lupa sejuk embun pagi dan syahdu alam negeri ini. Perdebatan pejabat dan petinggi negeri ini yang saling membenarkan diri, sejenak membuat kita tuli, harapan yang tumbuh bersama rengek bayi dan nyanyian pagi bocah kecil pelosok negeri. Obrolan media sebagai pencitraan yang merebak di mana-mana , sejenak membuat kita buta bahwa masih banyak orang yang tulus, yang sepenuh hati mencintai negeri ini.
Bergerak dalam diam. Memberi dalam kegelapan. Jangankan mengharapkan pencitraan dan balasan. Bahkan hanya sekadar ucapan terimakasih, tak sedikitpun mereka pintakan. Ini pulalah yang kini kami coba lakukan, para Pejuang Senyum. Dengan langkah-langkah kecil, kami mencoba menapaki jejak potensi bangsa ini. Memberi inspirasi pada generasi muda negeri ini untuk terus berani mendekap mimpi.
Seperti yang dilakukan oleh Bapak Agus Putranto, Inspirator para Pejuang Senyum. Beliau adalah seorang musisi dan penyanyi dengan segudang prestasi. Mungkin terdengar biasa saja, jika kita tidak mengetahui bahwa beliau berprestasi dalam keterbatasan diri. Bisa anda bayangkan, apa yang dapat anda lakukan ketika anda memejamkan mata. Berjalan saja akan membuat anda terluka karena membentur benda di sekeliling anda. Tidak mungkin bukan anda dapat melakukan aktivitas keseharian anda dengan mata terpejam. Tetapi hal inilah yang dilakukan Bapak Agus, melakukan yang orang lain katakan tidak mungkin untuk dilakukan. Salah satu yang begitu beliau kenang adalah ketika menjadi salah satu peserta dalam Pelatihan Leadership dari “Duskin Ainowa Foundation di Jepang selama 1 tahun pada tahun 2004. Beliau merupakan satu-satunya perwakilan dari Indonesia dan 6 Peserta lainnya dari 6 Negara di Asia Pasific. Dan prestasi ini ia raih dalam keterbatasannya sebagai penyandang tunanetra.
Sejak lahir beliau sudah dikaruniai kekurangan dalam penglihatan sehingga ia belum pernah melihat seperti apa dunia ini. Tetapi hal itu tidak lantas membuat ia menyerah, karena ternyata mata hati jauh lebih dibutuhkan. “Dahulu, saat kecil bahkan saya tidak tahu kalau saya buta, saya pikir semua orang seperti saya. Dan ketika mulai tumbuh remaja, ada juga teman-teman yang mengerjai saya sampai masuk ke dalam got, tapi sekarang semua cerita pahit itu jadi terdengar lucu” sambil terkekeh beliau mencoba mengenangnya.
Pun kami yang saat itu menyimak dengan takzim bersama dengan para santri tahfidz Al-Maun hanya bisa manggut-manggut terpesona merasakan ketegaran hati Bapak Agus. Beliau banyak memberikan motivasi dan inspirasi, “Tuhan mengambil mata saya agar saya tidak banyak melakukan dosa dengan mata saya. Jadikan keterbatasan dan kelemahan diri sebagai pemicu untuk meraih mimpi, official zlibrary domain z-library . Find free books bukan justru menjadi kita tidak percaya diri. Cobalah tantang diri untuk melakukan hal-hal yang dianggap tidak mungkin. Karena segala hal dapat dipelajari, dan ingatlah Tuhan sudah sangat adil.” Dan masih banyak inspirasi lainnya yang beliau sampaikan.
Seiring dengan tenggelamnya matahari dikala senja itu, dan dengan diiringi doa penutup yang dipimpin oleh dek Suci-salah satu santri Tahfidz Al-Maun, kemudian kami sampaikan salam perpisahan kepada bapak Agus yang masih harus menempuh perjalan pulang ke Klaten.
Senja yang luar biasa. Pun dengan adik-adik santri tahfidz Al-Maun, yang dengan keterbatasan kondisi keluarga maupun perekonomian hidupnya adik-adik bertekad menjadi penghafal kalam Alloh-harta karun terindah yang Rasul tinggalkan untuk umatnya.
Maghfira
Salam Senyum,
Yogyakarta, 28 Januari 2015
Bersama dengan keluarga Panti Asuhan Yatim dan Dhuafa Tahfidzul Qur’an Al-Maun