Ketika anak-anak sudah mengutarakan impiannya, menjadi tugas orang-orang terdekat untuk membantu mewujudkan impian tersebut. Ketika Eka Lestari, Siswi Kelas VII SMP Pembangunan (Ma’arif) Yogyakarta, mengungkapkan profesi dokter sebagai destinasi masa depan khayalannya, rasa bangga kontan deras mengalir. Pasalnya, Eka mengaku kalau sudah menyangkut pelajaran ilmu sosial, otaknya sering gak nyambung di kelas. Kesukaan berlebih pada ilmu alam menuntunnya untuk bercita-cita sebagai tenaga medis.
Namun, desakan ekonomi keluarga terkadang menuntut Eka untuk mengerem mimpi itu. Belum genap setahun duduk di bangku SMP, keluarga cukup dipusingkan oleh besaran biaya sekolah. Sekolah merilis total biaya yang ditunggak Eka per Januari 2014 mencapai Rp 950.000,
yang terdiri dari sisa dana pembangunan dan iuran per bulan. Profesi orang tua yang hanya pekerja informal (kuli bangunan dan buruh cuci) memang tak selamanya mampu menjamin pembayaran pendidikan Eka bisa tepat waktu.
Tinggal di rumah sederhana dengan perabotan seadanya, Eka beruntung punya teman karib satu kelas dari kampung sendiri. Pada si teman itulah Eka sering menghabiskan waktu di luar jam sekolah. Eka juga punya seorang kakak yang tengah duduk di bangku SMA dan hobi sepak bola. Dua foto kesebelasan yang diperkuat sang kakak menempel di dinding rumah. Di dalam hati Eka sepertinya punya intensi serupa : membanggakan keluarga lewat hobi atau bidang yang sangat diminati.
Di tengah beban finansial yang sebenarnya belum layak ia pikirkan, Eka tetap menahan diri dari perasaan minder yang sesekali muncul. Apalagi kalau teman-teman di sekolah terkadang berlebihan dalam bercanda. Punya teman satu kelas dengan status sosial agak di atas memang butuh kekuatan mental. Belum lagi jika menyinggung disiplin pengajar yang acapkali longgar. Yang penting, Eka tetap berkomitmen menjalani hari-hari sebagai siswa yang menggenggam impian mulia.
Semoga Eka diberi kemudahan menyelesaikan masa studinya dengan penuh senyum dan semangat…
Leave a Reply